Bisnis ritel (perdaganganan eceran memegang peranan yang
sangat penting dalam kegiatan bisnis di Indonesia, baik ditinjau dari sudut
konsumen maupun produsen. Seriring dengan perkembangan persaingan usaha,
khususnya pada bidang ritel diantara pelaku usaha semakin keras. Untuk mencegah
maka dikeluarkanlah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang praktek antimonopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut
dan lembaga yang mengawasi pelaksanaannya (KPPU), diharapkan para pelaku usaha
dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung
lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.
·
Studi Kasus
Kasus PT Carrefour sebagai terduga pelaku pelanggaran Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999. Dimana salah satu hal yang sering dillakukan adalah
pengambilan alih atau akusisi. Dalam UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas
disebutkan bahwa hanya saham yang dapat diambil alih. Jadi, asset dan yang
lainnya tidak dapat diakusisi. Esensi dari akusisi adalah praktek jual beli.
Dimana perusahaan pengakusisi dapat menerima hak atas saham dan perusahaan
terakusisi akan menerima hak atas sejumlah uang harga saham tersebut.
21 januari 2008, Carrefour mengakusisi 75 persen saham PT
Alfa Retailindo Tbk. Carrefour membeli sebesar Rp 674 miliar atau 49,3 juta
euro untuk membeli 351 juta lembar saham dari 468 juta saham Alfa dengan harga
Rp 1.920 persaham. Sebelum diakusisi, komposisi pemegang saham Alfa adalah
Sigmantara Alfindo dan Prime Horison yang masing-masing menguasai 257.405.000
saham (55 persen) dam 187.219.450 lembar saham Alfa Riteilindo (40 persen).
Dalam sidang KPPU tanggal 4 november 2009 , Majelis
Komisi menyatakan Carrefour terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal
17 (1) dan Pasal 25 (1) huruf a UU No. 5/1999, yang memuat ketentuan menegenai
larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan pasar, sedangkan Pasal 25
(1) UU No.5/1999 memuat terkait dengan posisi dominan. Majelis menyebutkan
berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh selama pemeriksaan perusahaan itu,
pangsa pasar perusahaan ritel tersebut meningkat menjadi 57,99% pada tahun 2008
pasca mengakusisi Alfa Retailindo. Pada tahun 2007 pangsa pasar Carrefour
sebesar 46,30%. Sehingga secara hukum memenuhi kualifikasi menguasai pasar dan
mempunyai posisi dominan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 2 UU
No. 5 Tahun 1999.
Berdasarkan pemeriksaan , menurut Majelis KPPU,
penguasaan pasar dan posisi dominan ini disalahgunakan kepada para pemasok
melalui skema trading terms. Pasca akusisi Alfa Retailindo. Potongan trading
terms kepada pemasok meningkat dalam kisaran 13%-20%. Pemasok menurut Majelis
Komisi tidak berdaya menolak kenaikan tersebut karena nilai penjualan pemasok
di Carrefour cukup signifikan.
PT. Carrefour Indonesia melakukan
perjanjian dengan para pemasok yang memuat syarat-syarat perdagangan (Trading
Terms) dan berlaku selama 1 tahun p Trading Terms yang ditetapkan antara lain: Listing Fee, Minus Margin,
Anniversary Discount, Common Assorted Cost, Store Remodeling Discount, Opening
Cost / New Store, Opening Discount. Listing Fee Adalah biaya pemasok untuk
memasok produk baru pada PT. Carrefour Indonesia Berfungsi sebagai jaminan
apabila barang tidak laku dan hanya ditetapkan sekali PT. Carrefour Indonesia
menetapkan Listing Fee pada pemasok per item produk per gerai PT. Carrefour
Indonesia. Minus Margin Adalah syarat bahwa pemasok menjamin bahwa harga produk
yang dijual oleh pemasok pada PT. Carrefour Indonesia tidak lebih mahal dari
harga produk yang sama yang dijual pada pesaing PT. Carrefour Indonesia Bila
ditemukan bukti tertulis bahwa harga beli PT. Carrefour Indonesia lebih mahal
dari pesaingnya, maka PT. Carrefour Indonesia berhak mendapat kompensasi dari
pemasok sebesar selisih dari harga beli PT. Carrefour Indonesia dengan harga
jual pesaing.
Market Power PT. Carrefour
Indonesia PT. Carrefour Indonesia memiliki (market power) yang lebih besar
dibandingkan dengan peritel lain di pasar hypermarket, karena:
1. PT. Carrefour Indonesia merupakan peritel pasar modern yang terbesar di
pasar hypermarket dengan memiliki 16 gerai dan beberapa gerai adalah yang
terluas dibandingkan gerai peritel hypermarket lain
2.PT. Carrefour Indonesia termasuk
pelopor/incumbent di pasar ritel modern dengan konsep hypermarket;
3. Posisi gerai PT. Carrefour
Indonesia banyak terletak di lokasi strategis yg memberikan akses signifikan
kepada konsumen
4. Gerai PT. Carrefour Indonesia
memiliki tingkat kenyamanan dan kelengkapan fasilitas yang tinggi
5. Jenis item produk yang dijual termasuk yang paling lengkap.
Akibat Market Power Timbulkan
ketergantungan bagi para pemasok.Akibat Ketergantungan Pemasok Pemasok
memiliki bargaining power yang lemah dalam bernegosiasi dengan Carrefour dalam menyepakati syarat-syarat perdagangan
(trading terms), karena:
1.PT. Carrefour Indonesia memiliki kemampuan akses untuk menjual produk
kepada konsumen yang lebih besar melalui banyaknya jumlah gerai
2. Gerai PT. Carrefour Indonesia
sebagai tempat promosi untuk menaikan citra produk pemasok dan promosi produk
baru
3.Prosentase nilai penjualan produk
pemasok di gerai PT. Carrefour Indonesia cukup signifikan dibandingkan dengan
total nilai penjualan produk pemasok
4. Gerai PT. Carrefour Indonesia
banyak terdapat di lokasi yang strategis
5. Dengan masuknya produk di gerai PT. Carrefour Indonesia, Pemasok akan lebih
mudah memasukkan produknya ke gerai pesaing PT. Carrefour Indonesia
Pada 3 November 2009, KPPU memutukan perkara
No.09/KPPU-L/2009, dimana PT Carrefour Indonesia sebagai pelapor, terbukti
bersalah melanggar Pasal 17 Ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf a UU N0.5
Tahun 1999 dan tidak melanggar pasal 20 dan 28. Lalu memerintahkan PT Carrefour
Indonesia melepas seluruh kepemilikan di Alfa Retailindo pada pihak yang tidak terafiliasi
dengan PT Carrefour Indonesia dan menghukum membayar denda sebesar Rp25
milliar. Sehingga pihak PT Carrefour meminta untuk mengajukan banding.
Pada 17 Februari
2010, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan keberatan PT Carrefour atas
putusan KPPU dan menyatakan perusahaan ritel asing itu tak melakukan monopoli.
Sehingga Pasal 17 Ayat (1) Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No. 5 Tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat telah
dibatalkan. KPPU mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
Pada 21 Oktober 2010, upaya KPPU kandas setelah Mahkamah
Agung (MA) telah menolak kasasi yang diajukan oleh KPPU terkait kasus Carrefour.
Dengan demikian keputusan yang berlaku adalah keputusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan yang telah memenangkan Carrefour. Sehingga Posisi PT Carrefour
Indonesia sebagai pemain besar bidang pasar modern di Indoensia makin sulit
digoyahkan.
No comments:
Post a Comment